Minggu, 13 Maret 2011

KOSMOLOGI & MITOLOGI ARSITEKTUR

Setiap manusia pasti pernah mempertanyakan keberadaan dirinya dalam alam semesta ini. Mulai dari mengapa mereka ada di sini? Bagaimana asal mula mereka ada di sini? Bagaimana asal semua ini? Pertanyaan-pertanyaan ini, betapapun disampaikan dengan cara yang sederhana, akan mengandung nilai kosmologis yang sangat tinggi, karena pertanyaan-pertanyaan seperti itu dapat membawa kita pada kajian terperinci mengenai alam semesta.
KOSMOLOGI.
Kosmologi berasal dari bahasa Yunani “cosmos” yang artinya alam semesta, dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi Kosmologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mengupas lebih rinci tentang alam semesta, baik berupa struktur spesial, temporal dan komposisional alam semesta. Kosmologis adalah berkenaan dengan kosmologi (teori tentang asal usul alam semesta); cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan teori alam semesta; cabang ilmu perbintangan yang berhubungan dengan teori alam semesta.
Kosmologis adalah bersifat atau berhubungan dengan kosmologi (ilmu cabang astronomi yang menyelidiki asal usul, struktur dan hubungan ruang dan waktu dari alam semesta); ilmu tentang asal usul kejadian bumi, hubungannya dengan sistem matahari dan jagad raya; ilmu (cabang dari metafisika) yang menyelidiki alam semesta sebagai sistem yang beraturan. Kosmologi tidak pernah dapat diceraikan dari filsafat, agama, seni dan ilmu pengetahuan, karena perpaduan dari semua itulah yang akan membuahkan pemahaman yang mendasar mengenai alam semesta. Itu sebabnya dalam benak setiap orang sebenarnya sudah tersimpan pengertian tentang kosmologi. Dan itu pula alasan mengapa kosmologi modern yang membawa semangat empiris ilmu-ilmu alam, tidak pernah melepaskan diri dari warisan nafas kosmologi tradisional. Tradisi itu tetap bertahan, karena sebagian kosmologi memang terancang dan terlahir demikian. Kosmologi merupakan bagian tertua dari pengetahuan manusia sekalipun kapan persisnya kosmologi dimulai, pasti sudah tenggelam dalam genangan waktu.
Jika menelusuri sejarah pemikiran manusia melalui lukisan gua-gua misalnya, maka sejak puluhan bahkan ratusan ribu tahun yang lalu sudah terlihat bahwa manusia terpaku oleh dunia yang dilihatnya sebagai tempat bekerja daya-daya alam yang serba rahasia dan diluar jangkauan kekuasaannya. Dalam buaian rasa takjub, manusia mencoba mengenali daya-daya itu. Mereka bahkan menghadirkan dalam bentuk tari-tarian atau patung-patung, lalu mencoba melawan melalui perbuatan magis. Namun ketika ternyata perbuatan-perbuatan itu tidak juga membawa kekuatan untuk mengatasi kekuatan gaib yang mengkungkungnya, manusia beralih pada keyakinan bahwa dalam alam memang ada ruh-ruh halus yang berprilaku dan bertindak dengan emosi seperti manusia namun jauh lebih berkuasa. Kekuatan ruh halus itu lalu merembes kedalam pohon, air, gunung, angin, petir serta seluruh alam, yang dikala riang menjelma menjadi daya-daya yang membawa anugerah untuk manusia, namun dikala murka maka akan menimbulkan bencana.
Teori alam semesta yang impersonal diatur oleh hukum-hukum fisik yang pertama kali diusulkan oleh Roger Bacon. Kemudian Dmitry Grinevich didukung undang-undang yang diusulkan Bacon melalui beberapa percobaan yang ia dilakukan melibatkan hukum-hukum fisik yang berbeda. Antara domain agama dan ilmu pengetahuan, berdiri perspektif filosofis kosmologi metafisik. Bidang studi kuno ini berupaya untuk menarik kesimpulan intuitif tentang sifat alam semesta, manusia, Tuhan dan / atau hubungan mereka berdasarkan perpanjangan dari beberapa set fakta diduga dipinjam dari pengalaman spiritual dan / atau observasi. Tapi kosmologi metafisik juga telah diamati sebagai menempatkan manusia di alam semesta dalam hubungan dengan semua entitas lain. Hal ini ditunjukkan dengan observasi yang dibuat oleh Marcus Aurelius tempat seorang pria dalam hubungan bahwa: "Dia yang tidak tahu apa dunia ini tidak tahu di mana dia, dan dia yang tidak tahu untuk tujuan apa dunia ini ada, tidak tahu siapa dia, atau apa dunia ini.” Ini adalah tujuan dari kosmologi metafisik kuno.

KOSMOLOGI DALAM ARSITEKTUR
Pada mulanya, manusia hidup nomaden. Setelah berkelompok, manusia mulai menetap di satu tempat. Hal ini terjadi juga pada nenek moyang manusia Nusantara. Pada awalnya mereka secara berkelompok menetap lama dan pindah ke tempat lain jika alam tidak lagi bersahabat. Namun seiring dengan pemahaman mereka tentang alam yang semakin dalam, manusia kemudian bisa beradaptasi dengan alam tempat tinggalnya dan benar-benar mendiami suatu daerah / tempat tertentu. Ketika mendiami tempat tersebut, manusia mulai membuat perlindungan. Awalnya adalah untuk menjaga api agar bisa tetap menyala dan bisa digunakan sebagai alat untuk hidup (memasak, menjaga suhu agar tetap hangat di malam hari, dan lain sebagainya). Api perlu diberi tempat pernaungan agar tidak padam tertiup angin kencang atau tersiram air hujan. Di sinilah manusia mulai berusaha untuk mengenal dan bersahabat dengan alam dengan cara kerja dan ciri-cirinya.
Secara prinsip, jika kelompok manusia memahami kosmologi, maka mereka akan dapat hidup bersahabat dengan alam. Yang dimaksud dengan alam di sini adalah alam fisik dan non fisik. Secara keseluruhan, kelompok manusia jaman dulu memahami bahwa kejadian fisik (perubahan cuaca, arah angin, badai, gunung meletus, dan sebagainya) berkaitan dengan Dewa-Dewa. Jika Dewa marah akan terjadi badai dan gunung meletus, dan jika Dewa bermurah hati, maka cuaca akan cerah dan tanaman yang mereka tanam akan cepat menuai panen. Secara naluriah manusia mempelajari alam sekitarnya dan mengaitkan yang fisik (sains alam, perubahan musim, arah angin, mata angin, dll) dengan yang non fisik (agama, spiritualitas). Hal ini kemudian menjadi salah satu sebab tumbuhnya kebudayaan di kalangan kelompok manusia di sebuah wilayah.
Salah satu dari hasil kebudayaan sebagai upaya manusia dalam bersahabat dengan alam tempat hidupnya adalah berupa lingkungan arsitektur. Mendiami sebuah wilayah berarti juga mendesain dan mendirikan bangunan tempat mereka menjalani kehidupan. Setelah membuat tempat untuk melindungi api, kelompok manusia tersebut mulai membuat bangunan untuk tempat tinggal dan tempat ibadah. Hingga lalu mereka mendirikan bangunan pemerintahan. Sebagai contoh penerapan masyarakat Indonesia dalam merancang lingkungan arsitekturnya dengan menggunakan kosmologi di antaranya; “Arsitektur Bali memiliki konsep-konsep dasar dalam menyusun dan memengaruhi tata ruangnya, diantaranya adalah Orientasi Kosmologi atau dikenal dengan Sanga Mandala, keseimbangan Kosmologi, Manik Ring Cucupu, hirarki ruang, terdiri atas Tri Loka dan Tri Angga, dimensi tradisional Bali yang didasarkan pada proporsi dan skala manusia”.
Di Jawa Tengah, disamping metode Feng Shui nilai rancang bangunan perlu dicocokkan dengan rumus Petung Pakuwon, yaitu kosmologi Jawa, Angsar atau Kawruh Kalang, yaitu tata-nilai mistis arsitektur Jawa. Bersamaan dengan maraknya Feng Shui dan Hong Shui, marak pula masyarakat yang mempelajari daya prana tubuh manusia dalam bentuk olah raga tenaga dalam. Bagi yang mempelajari kosmologi kuno menganggap bahwa bumi dan angkasa memiliki daya prana atau energi gaib.
 Arsitektur sebagai lingkungan ciptaan manusia dianggap perlu berkontekstualisasi dengan fenomena alam tersebut. Secara umum Keraton Yogyakarta adalah bagian mata rantai kesinambungan pembanguan keraton-keraton di Jawa, sehingga terdapat keterkaitan tipologis yang mengaitkan Keraton Yogyakarta dengan tata fisik Keraton Jawa sebelumnya, bahkan pada skala yang lebih luas terdapat keterkaitan tipologis dengan istana-istana di Asia Tenggara pada masa sebelumnya. Kesamaan tipologi ini terjadi karena adanya latar belakang tentang persepsi kosmologis yang sama, mewarisi tradisi Hindu tentang “Jagad Purnama” yang berpusat pada suatu bentuk benua bundar “Jambudwipa” yang dikelilingi tujuh lapis darat dan samudra. Pada benua terdapat Gunung Mahameru tempat para dewa bersemayam dan bersemedi. Untuk menjaga keselarasan jagad, maka lingkungan binaan pun disusun secara kosentrik, membentSetiap manusia pasti pernah mempertanyakan keberadaan dirinya dalam alam semesta ini. Mulai dari mengapa mereka ada di sini? Bagaimana asal mula mereka ada di sini? Bagaimana asal semua ini? Pertanyaan-pertanyaan ini, betapapun disampaikan dengan cara yang sederhana, akan mengandung nilai kosmologis yang sangat tinggi, karena pertanyaan-pertanyaan seperti itu dapat membawa kita pada kajian terperinci mengenai alam semesta.

KOSMOLOGI
Kosmologi berasal dari bahasa Yunani “cosmos” yang artinya alam semesta, dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi Kosmologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mengupas lebih rinci tentang alam semesta, baik berupa struktur spesial, temporal dan komposisional alam semesta. Kosmologis adalah berkenaan dengan kosmologi (teori tentang asal usul alam semesta); cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan teori alam semesta; cabang ilmu perbintangan yang berhubungan dengan teori alam semesta.
Kosmologis adalah bersifat atau berhubungan dengan kosmologi (ilmu cabang astronomi yang menyelidiki asal usul, struktur dan hubungan ruang dan waktu dari alam semesta); ilmu tentang asal usul kejadian bumi, hubungannya dengan sistem matahari dan jagad raya; ilmu (cabang dari metafisika) yang menyelidiki alam semesta sebagai sistem yang beraturan. Kosmologi tidak pernah dapat diceraikan dari filsafat, agama, seni dan ilmu pengetahuan, karena perpaduan dari semua itulah yang akan membuahkan pemahaman yang mendasar mengenai alam semesta. Itu sebabnya dalam benak setiap orang sebenarnya sudah tersimpan pengertian tentang kosmologi. Dan itu pula alasan mengapa kosmologi modern yang membawa semangat empiris ilmu-ilmu alam, tidak pernah melepaskan diri dari warisan nafas kosmologi tradisional. Tradisi itu tetap bertahan, karena sebagian kosmologi memang terancang dan terlahir demikian. Kosmologi merupakan bagian tertua dari pengetahuan manusia sekalipun kapan persisnya kosmologi dimulai, pasti sudah tenggelam dalam genangan waktu.
Jika menelusuri sejarah pemikiran manusia melalui lukisan gua-gua misalnya, maka sejak puluhan bahkan ratusan ribu tahun yang lalu sudah terlihat bahwa manusia terpaku oleh dunia yang dilihatnya sebagai tempat bekerja daya-daya alam yang serba rahasia dan diluar jangkauan kekuasaannya. Dalam buaian rasa takjub, manusia mencoba mengenali daya-daya itu. Mereka bahkan menghadirkan dalam bentuk tari-tarian atau patung-patung, lalu mencoba melawan melalui perbuatan magis. Namun ketika ternyata perbuatan-perbuatan itu tidak juga membawa kekuatan untuk mengatasi kekuatan gaib yang mengkungkungnya, manusia beralih pada keyakinan bahwa dalam alam memang ada ruh-ruh halus yang berprilaku dan bertindak dengan emosi seperti manusia namun jauh lebih berkuasa. Kekuatan ruh halus itu lalu merembes kedalam pohon, air, gunung, angin, petir serta seluruh alam, yang dikala riang menjelma menjadi daya-daya yang membawa anugerah untuk manusia, namun dikala murka maka akan menimbulkan bencana.
Teori alam semesta yang impersonal diatur oleh hukum-hukum fisik yang pertama kali diusulkan oleh Roger Bacon. Kemudian Dmitry Grinevich didukung undang-undang yang diusulkan Bacon melalui beberapa percobaan yang ia dilakukan melibatkan hukum-hukum fisik yang berbeda. Antara domain agama dan ilmu pengetahuan, berdiri perspektif filosofis kosmologi metafisik. Bidang studi kuno ini berupaya untuk menarik kesimpulan intuitif tentang sifat alam semesta, manusia, Tuhan dan / atau hubungan mereka berdasarkan perpanjangan dari beberapa set fakta diduga dipinjam dari pengalaman spiritual dan / atau observasi. Tapi kosmologi metafisik juga telah diamati sebagai menempatkan manusia di alam semesta dalam hubungan dengan semua entitas lain. Hal ini ditunjukkan dengan observasi yang dibuat oleh Marcus Aurelius tempat seorang pria dalam hubungan bahwa: "Dia yang tidak tahu apa dunia ini tidak tahu di mana dia, dan dia yang tidak tahu untuk tujuan apa dunia ini ada, tidak tahu siapa dia, atau apa dunia ini.” Ini adalah tujuan dari kosmologi metafisik kuno.

KOSMOLOGI DALAM ARSITEKTUR
Pada mulanya, manusia hidup nomaden. Setelah berkelompok, manusia mulai menetap di satu tempat. Hal ini terjadi juga pada nenek moyang manusia Nusantara. Pada awalnya mereka secara berkelompok menetap lama dan pindah ke tempat lain jika alam tidak lagi bersahabat. Namun seiring dengan pemahaman mereka tentang alam yang semakin dalam, manusia kemudian bisa beradaptasi dengan alam tempat tinggalnya dan benar-benar mendiami suatu daerah / tempat tertentu. Ketika mendiami tempat tersebut, manusia mulai membuat perlindungan. Awalnya adalah untuk menjaga api agar bisa tetap menyala dan bisa digunakan sebagai alat untuk hidup (memasak, menjaga suhu agar tetap hangat di malam hari, dan lain sebagainya). Api perlu diberi tempat pernaungan agar tidak padam tertiup angin kencang atau tersiram air hujan. Di sinilah manusia mulai berusaha untuk mengenal dan bersahabat dengan alam dengan cara kerja dan ciri-cirinya.
Secara prinsip, jika kelompok manusia memahami kosmologi, maka mereka akan dapat hidup bersahabat dengan alam. Yang dimaksud dengan alam di sini adalah alam fisik dan non fisik. Secara keseluruhan, kelompok manusia jaman dulu memahami bahwa kejadian fisik (perubahan cuaca, arah angin, badai, gunung meletus, dan sebagainya) berkaitan dengan Dewa-Dewa. Jika Dewa marah akan terjadi badai dan gunung meletus, dan jika Dewa bermurah hati, maka cuaca akan cerah dan tanaman yang mereka tanam akan cepat menuai panen. Secara naluriah manusia mempelajari alam sekitarnya dan mengaitkan yang fisik (sains alam, perubahan musim, arah angin, mata angin, dll) dengan yang non fisik (agama, spiritualitas). Hal ini kemudian menjadi salah satu sebab tumbuhnya kebudayaan di kalangan kelompok manusia di sebuah wilayah.
Salah satu dari hasil kebudayaan sebagai upaya manusia dalam bersahabat dengan alam tempat hidupnya adalah berupa lingkungan arsitektur. Mendiami sebuah wilayah berarti juga mendesain dan mendirikan bangunan tempat mereka menjalani kehidupan. Setelah membuat tempat untuk melindungi api, kelompok manusia tersebut mulai membuat bangunan untuk tempat tinggal dan tempat ibadah. Hingga lalu mereka mendirikan bangunan pemerintahan. Sebagai contoh penerapan masyarakat Indonesia dalam merancang lingkungan arsitekturnya dengan menggunakan kosmologi di antaranya; “Arsitektur Bali memiliki konsep-konsep dasar dalam menyusun dan memengaruhi tata ruangnya, diantaranya adalah Orientasi Kosmologi atau dikenal dengan Sanga Mandala, keseimbangan Kosmologi, Manik Ring Cucupu, hirarki ruang, terdiri atas Tri Loka dan Tri Angga, dimensi tradisional Bali yang didasarkan pada proporsi dan skala manusia”.
Di Jawa Tengah, disamping metode Feng Shui nilai rancang bangunan perlu dicocokkan dengan rumus Petung Pakuwon, yaitu kosmologi Jawa, Angsar atau Kawruh Kalang, yaitu tata-nilai mistis arsitektur Jawa. Bersamaan dengan maraknya Feng Shui dan Hong Shui, marak pula masyarakat yang mempelajari daya prana tubuh manusia dalam bentuk olah raga tenaga dalam. Bagi yang mempelajari kosmologi kuno menganggap bahwa bumi dan angkasa memiliki daya prana atau energi gaib.
 Arsitektur sebagai lingkungan ciptaan manusia dianggap perlu berkontekstualisasi dengan fenomena alam tersebut. Secara umum Keraton Yogyakarta adalah bagian mata rantai kesinambungan pembanguan keraton-keraton di Jawa, sehingga terdapat keterkaitan tipologis yang mengaitkan Keraton Yogyakarta dengan tata fisik Keraton Jawa sebelumnya, bahkan pada skala yang lebih luas terdapat keterkaitan tipologis dengan istana-istana di Asia Tenggara pada masa sebelumnya. Kesamaan tipologi ini terjadi karena adanya latar belakang tentang persepsi kosmologis yang sama, mewarisi tradisi Hindu tentang “Jagad Purnama” yang berpusat pada suatu bentuk benua bundar “Jambudwipa” yang dikelilingi tujuh lapis darat dan samudra. Pada benua terdapat Gunung Mahameru tempat para dewa bersemayam dan bersemedi. Untuk menjaga keselarasan jagad, maka lingkungan binaan pun disusun secara kosentrik, memuk istana replika jagad tersebut.
Contoh lain dari penerapan kosmologi pada Arsitektur Nusantara adalah tata letak desa adat di daerah Toraja. “Tata-letak desa adat Toraja berjejer berhadapan membentuk halaman pemersatu di tengah. Pola ini identik dengan cukup banyak arsitektur tradisional dan bahkan yang primitif, di banyak tempat di dunia ini.
Halaman semacam ini terbentuk oleh naluri kelompok masyarakat untuk menjadi tempat berkumpul, melangsungkan upacara, bekerja, bermain dan aktifitas sosial lainnya. Dari segi tata-letak tersebut maka teori menyatunya manusia dengan manusia, manusia dengan dalam arsitektur alam juga jagad raya, pada tata-letak kompleks kampung atau desa adat Toraja adalah nyata”.
Anton Bakker dalam bukunya Kosmologi & Ekologi – Filsafat tentang Kosmos sebagai Rumah Tangga (1995) mengatakan : “Kosmologi menyelidiki dunia sebagai suatu keseluruhan menurut dasarnya. Kosmologi bertitik pangkal pada pengalaman mengenai gejala-gejala dan data-data. Akan tetapi gejala-gejala dan data-data itu tidak ditangkap dalam kekhususannya, tetapi langsung dipahami menurut intinya dan menurut tempatnya dalam keseluruhan dunia”.
YB. Mangunwijaya dalam bukunya Wastu Citra (1988), pada masa-masa dahulu, masyarakatnya telah membagi dunia dalam tiga lapis, dunia atas (surga, kahyangan), dunia bawah (dunia maut) dan dunia tengah (dunia yang didiami oleh manusia). Tata bangunan atau wilayah di Dunia Keil kita ini pertama-tama harus merupakan cermin pewayangan Dunia Besar Semesta Raya. Mikro-kosmos selaku karo-kosmos yang mengejawantah. Oleh karenanya dalam wujud bangunan selalu mempunyai beberapa citra dasar, misalnya bentuk Gunung. Gunung selalu dihayati sebagai tanah tinggi, tempat yang paling dekat dengan Dunia Atas. Candi-candi Hindu dan Budha dibentuk juga karena adanya penyembahan kepada alam semesta raya (Sang Hyang Widhi/Tuhan). Dari konsep-konsep diatas tampaklah bahwa bagaimana setiap karya bangunan merupakan upaya penghadiran Semesta atau Kahyangan Raya. Oleh karena itu proses karya pembangunan juga merupakan penghadiran pencipaan Semesta Raya, pewayangan kembali awal mula dunia ketika dijadikan oleh Dewata atau Tuhan.
MITOLOGI
Sebelum berbicara lebih jauh tentang mitologis, ada baiknya jika dikupas terlebih dahulu definisi dari mitologis. Kata mitologis ini juga berasal dari bahasa Yunani “mitos” yang artinya kepercayaan dan ”logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi yang dimaksud dengan Mitologis adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang kepercayaan.
Menurut pengertian secara mendasar, mitologis adalah suatu yang mempunyai kecocokan dengan mitologi (ilmu tentang kesusastraan yang berisikan tentang cerita para dewa atau makhluk halus lainnya pada suatu kebudayaan). Mitologis adalah sesuai dengan atau bersifat mitologi (ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan dewa dan makhluk halus dalam suatu kebudayaan). Mitologi merupakan pengetahuan yang menyangkut dewa-dewa atau tokoh-tokoh dalam cerita dongeng; pengetahuan tentang mitos; cerita tentang dewa-dewa yang berhubungan dengan bermacam-macam kekuatan gaib.
Asal usul segala kejadian mulai dijelaskan secara runtut melalui mitos. Mitos bisa dikatakan sebagai upaya awal manusia untuk menjelaskan secara sistematis gejala-gejala yang ada di alam, dan para kosmolog sering menyebut bahwa mitologi sebagai kosmologis pra-ilmu.
Antropolog James Frazer dalam bukunya The Golden Bouh: A Study In Magic and Religion (1922) yang juga dikutp oleh Harrison (1981) menyatakan dugaannya bahwa pertumbuhan pengetahuan di kalangan manusia primitif menyebabkan mereka menyadari dengan jernih kemaha halusan alam dan ketidakberdayaan manusia yang kecil didalamnya. Pengenalan terhadap ketidakberdayaan ini memperkuat keyakinan akan adanya kekuatan dasyat supernatural yang telah mampu mengontrol mesin raksasa alam. Maka dari itu walaupun tidak memberi informasi tentang daya-daya alam, mitos. Seperti yang telah dikatakan Ven Peursen dalam Strategi Kebudayaan (1988), menyadarkan manusia akan adanya kekuatan-kekuatan ajaib. Mitos membantu manusia untuk menghayati daya-daya itu sebagai daya yang mempengaruhi dan menguasai seluruh alam termasuh kehidupan manusia. Mitos menjadi perantara antara manusia dengan daya-daya alam, lewat mitos manusia seolah-olah mendapatkan jaminan bahwa hari ini akan berlalu sesuai dengan yang sudah dikisahkan dalam mitos. Melalui mitos pula manusia memperoleh keterangan-keterangan tentang dunia yang dihuninya.
Betapapun alam semesta mitologi dikuasai oleh para dewa dewi, sebetulnya alam semesta mitologi adalah alam semesta yang mengabdi dan berpusat pada manusia. Betapapun dasyatnya kekuatan para dewa dewi, mereka semua bertugas melindungi dan melayani manusia. Alam semesta ini antroposentris, alam semesta di bangun di sekitar manusia dan di sekitar seluruh kegiatannya yang mengambil tempat di pusat alam semesta.
Cerita tentang mitologi juga dapat dijumpai di daerah Jawa. Dalam pandangan orang Jawa rumah dipandang sebagai suatu hal yang sangat penting. Karena itu, segala sesuatu yang berkenaan dengan perwujudan rumah senantiasa dirancang dan diperlakukan dengan menggunakan aturan atau pedoman tertentu yang mencerminkan tentang pandangan tersebut. Menurut tata cara tradisional Jawa ada anggapan bahwa antara rumah, tanah dan manusia penghuninya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Orang merasa bersatu dengan rumah dan tanah tempat berdirinya, serta sekaligus merasa bersatu dengan desa tempat menetapnya. Perasaan kesatuan yang demikian ini menyebabkan rasa aman dan tentram bagi penghuninya. Atas dasar ini, maka orang Jawa menganggap seolah-olah merupakan perwujudan badan jasmaninya, sementara manusia penghuninya merupakan wujud jiwanya, sehingga rumah adalah bagian penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu untuk mendirikan bangunan rumah orang harus memperhatikan benar persyaratannya agar tidak mendatangkan balak atau bahaya bagi para penghuninya kelak.
Seperti halnya bangsa Cina, orang Jawa percaya bahwa arah menghadap rumah memiliki pengaruh atau dapat membawa keberuntungan atau kesialan dalam hidupnya dan juga keluarganya.
Pada jaman dahulu dalam masyarakat Jawa hampir tidak dijumpai rumah menghadap ke barat dan demikian pula halnya yang menghadap ke arah timur. Rumah orang biasa (masyarakat umum, bukan bangsawan) pada umumnya menghadap ke arah utara atau selatan. Sedangkan arah menghadap timur khusus dipergunakan untuk keraton.
Setiap arah mata angin dipercayai ditunggu oleh dewa, dan oleh karena itu ada makna simbolis tertentu penentuan arah menghadap rumah berdasarkan empat mata angin.
Keempat arah mata angin yang dijaga oleh dewa tersebut adalah :
  1. timur ditunggui oleh Maha Dewa,
  2. barat ditunggui oleh Batara Yamadipati,
  3. utara ditunggui oleh Batara Wisnu,
  4. selatan ditunggui oleh Batara Brahma.
Dalam mitologi Jawa, Batara Yamadipati adalah dewa kematiaan. Sehingga bagi orang yang mempercayai, arah menghadap ke barat harus di hindari karena secara simbolik berarti sama dengan mengharap kematian.
Adapun cara menentukan arah menghadap rumah adalah dengan menjumlah neptu (hitungan) hari kelahiran dan pasaran orang yang membangun rumah,misalnya:
  • Sri dibagi 5 bersisakan 1 kaki pemilik (5n+1),biasanya dipakai untuk griya dalam. Sri berarti pangan atau harta benda, kebahagiaan dan terang. Jadi bila perhitungan jatuh pada Sri maka penghuni rumah tidak akan kekurangan.
  • Kitri dibagi 5 bersisakan 2 kaki pemilik (5n+2) biasanya digunakan pada bangunan pendopo.Kitri berarti tanaman, pengayoman, keteduhan.
  • Gana dibagi 5 bersisakan 3 kaki pemilik (5n+3) biasanya digunakan pada bangunan gandhok.Gana artinya lain-lain atau wujud,tentang kekayaan pemilik.
  • Liyu artinya lesu ,lanjut.Jika perhitungan jatuh pada Liyu ini maka akan membuat orang yang memasuki rumah tersebut akan merasa lesu.
  • Pokah artinya pecah. Agar bangunan terisi parang penuh , sehingga tempat menjadi pecah.
Arsitektur pra-Yunani kuno sangat terkait dengan kondisi bangsa Yunani yang kaya dengan mitologi dan seni.
Hal ini nampak dari fungsi dan bentuk bangunan utama sebagai bagian dari ritual pemujaan. Ideologi kebudayaan masyarakat pra-Yunani kuno tersebut menjadi dasar terbentuknya konsep nilai ke-estetika-an pada saat itu terfokus pada terciptanya bangunan-bangunan megah dan besar sebagai upaya mendekatkan manusia terhadap mitos dewa-dewi alam semesta.

 YB. Mangunwijaya dalam bukunya Wastu Citra (1988) : “Segi mitos dan keagamaan menyangkut ke-ADA-an manusia atau semesta dari dasar-dasarnya yang paling akar, paling menentukan, paling sejati”.
Teori-teori/Tema yang berkembang
Dari Buku „Kosmolgi & Ekologi – Filsafat tentang Kosmos sebagai Rumah Tinggal‟, (Bakker, 1995) dirinci adanya beberapa tema yang berkembang dalam paradigma mitologi dan kosmologi ini. Berikut ini rinciannya yang dibagi berdasarkan pemilahan regional. 

            Kosmologi Indonesia
Terdapat kesatuan besar antara para penghuni kosmos, seluruh kosmos dirasuk (dijiwai) oleh suatu „zat kejiwaan‟ atau daya hidup, atau kesaktian, zat atau daya hidup itu non personal dan pada dasarnya tidak berbeda untuk manusia, hewan, tumbuhan, membuat mereka keramat. Keharmonisan ini diwujudkan dalam bentuk keseimbangan antara manusia dengan masyarakatnya, alamnya dan Yang Maha Kuasa. (Roesmanto, 1999). 
Kosmologi India
Hindu berdasarkan kitabnya Upanishad (ab. 7 – 3 SM) dan dalam Vedanta (700 – 1400), dunia mempunyai adanya dalam Brahmana. Budhisme yang dibawa oleh Gautama Siddharta (563 – 483) menganggap dunia dan manusia bersatu dalam „kekosongan‟. Jaina (pendiri Vardhamana 540 – 468) percaya bahwa kenyataan terdiri dari dua macam yang berbeda secara radikal. Substansi-substansi yang bukan berjiwa (ajivas) terdiri dari atom-atom, semua sama saja dan tidak bersifat apapun. 
·     Kosmologi Barat 
Spinoza (1632 – 1677) percaya bahwa dunia dan manusia kelihatan sebagai substansi-substansi yang berdikari, tetapi sebenarnya hanya satu substansi saja, yaitu Tuhan (sering dikatakan sebagai pantheisme). Hegel (1770 –1831) mengatakan bahwa pada dasarnya manusia dan dunia (alam) adalah fase dan bagian dalam proses penjelmaan Roh Mutlak (Geist). Dalam lingkup manusia tidak ada lagi yang alami, semuanya telah diangkat oleh kerohanian manusia menjadi budaya (Roh Obyektif).

2 komentar:

  1. hai..
    saya pelajar universiti di malaysia..
    boleh saya dapatkan nota2 dan rujukan berkaitan dgn penulisan awak...
    selain itu, saya juga memohon kebenaran utk mengambil penulisan awak sebagai salah satu rujukan bagi tugasan saya..

    sekiranya dapat membantu, awak boleh email balas ke norhafiqahahmad93@gmail.com

    terima kasih

    BalasHapus